(Journal Review) Culex quinquefasciatus Mengatur Suhu Tubuhnya Selama Proses Blood Feeding

(Journal Review) Culex quinquefasciatus Mengatur Suhu Tubuhnya Selama Proses Blood Feeding
04
Kamis, 4 April 2024

PENDAHULUAN

Nyamuk, khususnya Culex spp., merupakan hewan mematikan, menyebabkan sekitar 1 juta kematian setiap tahunnya (WHO, 2020). Mereka berperan sebagai vektor bagi berbagai patogen mematikan, seperti virus West Nile (WNV), yang kasusnya telah meningkat sebesar 25% dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun ancamannya semakin meningkat, belum ada vaksin atau pengobatan yang tersedia untuk WNV, sehingga pengendalian vektor menjadi metode utama pencegahan (WHO, 2020). Culex quinquefasciatus, juga dikenal sebagai nyamuk rumah selatan, merupakan vektor penting untuk penyakit ini, namun penelitian tentang biologinya sering tertinggal dari Cx. pipiens. Perubahan iklim juga bisa memperkomplikasi masalah ini dengan potensinya memperluas distribusi Cx. quinquefasciatus ke arah utara, termasuk ke Amerika Serikat (Samy et al., 2016).

Nyamuk ini menunjukkan kebiasaan makan yang beragam, terutama menargetkan inang berdarah panas, meningkatkan risiko penularan patogen (Subra, 1981). Meskipun penting, mekanisme yang memungkinkan Cx. quinquefasciatus mentoleransi stres panas yang berulang dari makanan darah hangat masih kurang dipahami.

Suhu merupakan faktor abiotik penting yang memengaruhi proses biologis, perilaku, dan fisiologis nyamuk. Sebagai poïkilotherms, nyamuk tidak mempertahankan suhu tubuh yang stabil dan bergantung pada suhu lingkungan. Seperti semua serangga, nyamuk memiliki suhu optimum di mana mereka dapat berfungsi dengan baik. Namun, karena suhu lingkungan tidak konstan, serangga telah mengembangkan cara untuk menyesuaikan diri guna mencegah pembekuan atau pemanasan berlebihan, termasuk melalui mekanisme termostatik dan perilaku termoregulasi. Dengan kata lain, nyamuk memiliki cara untuk menyesuaikan diri dengan perubahan suhu lingkungan untuk tetap berfungsi secara optimal.

Serangga hematofagous, yang memakan darah, pada dasarnya menggunakan nutrisi dari makanan darah ini untuk memproduksi telur. Namun, makanan darah juga membawa risiko karena pertahanan inang dan potensi stres termal, terutama bagi serangga yang memakan vertebrata berdarah panas. Meskipun demikian, banyak spesies hematofagous telah mengembangkan cara untuk mengatasi risiko pemanasan berlebih, seperti mekanisme pendinginan selama makan atau proses pemulihan pasca makan. Misalnya, beberapa spesies menggunakan pertukaran panas atau pendinginan evaporatif untuk mengatur suhu tubuh mereka. Selain itu, beberapa spesies nyamuk menghasilkan protein heat shock untuk mencegah kerusakan akibat panas yang disebabkan oleh penerimaan darah hangat. Namun, masih banyak yang harus dipelajari tentang bagaimana spesies yang berhubungan erat , seperti Culex quinquefasciatus, merespons penerimaan darah.

Tujuan penulis dalam studi ini adalah untuk menyelidiki bagaimana Culex quinquefasciatus (Cx. quinquefasciatus) mengatasi stres termal yang disebabkan oleh mengonsumsi makanan darah hangat. Mereka menggunakan teknik pemberian artificial blood feeding yang dikombinasikan dengan visualisasi termografi. Melalui pendekatan ini, para peneliti bermaksud memantau perubahan suhu tubuh nyamuk betina selama pemberian makanan dan mengidentifikasi mekanisme pendinginan yang mungkin digunakan.

BAHAN DAN METODE

Nyamuk

Studi ini menggunakan nyamuk Culex quinquefasciatus, khususnya strain JHB, yang diperoleh dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Atlanta, Georgia. Telur nyamuk dikumpulkan sebagai rakit dari generasi sebelumnya dan menetas dalam nampan larva yang diisi dengan air deionized. Larva dipelihara dalam nampan sampai mereka berpupu. Dalam waktu 24 jam setelah berpupu, pupa diisolasi dan ditransfer ke wadah sampai mereka muncul sebagai dewasa.

Nyamuk dewasa diberikan akses ad libitum ke larutan sukrosa 10% untuk nutrisi. Namun, larutan sukrosa ini dihilangkan 24 jam sebelum eksperimen untuk meningkatkan motivasi betina untuk mengambil makanan darah. Betina yang digunakan pada penelitian ini berusia antara 6 hingga 10 hari.

Pemberian Darah

Eksperimental

Nyamuk dilepaskan ke dalam kandang logam yang dapat dilipat dan tertutup dengan ukuran 20 × 20 × 20 cm (BioQuip Products, Rancho Dominguez, CA). Kandang ini menyediakan lingkungan yang terkontrol untuk eksperimen pemberian makanan darah.  Darah yang digunakan untuk pemberian makanan diperoleh dari sapi dewasa dan ditambah dengan heparin untuk mencegah pembekuan. Heparin adalah antikoagulan yang memastikan darah tetap dalam keadaan cair selama proses pemberian makanan.

Penyiapan Pemberi Makanan Darah

Darah dimasukkan ke dalam kaca yang dilapisi dengan membran Parafilm. Darah dipanaskan sampai suhu 36 ± 1°C menggunakan bak air beredar sebelum melepaskan nyamuk ke dalam kandang.

Perekaman Termografi

Nyamuk yang memakan darah pada membran difilmkan menggunakan kamera termografi FLIR T540. Kamera ini mengambil gambar termal dari nyamuk yang sedang makan dengan kecepatan 30 frame per detik.

Gambar 1. Skema pengaturan pemberian makanan darah eksperimental: 1. Bak air; 2. Selang menghubungkan bak air ke pemberi makanan darah; 3. Pemberi makanan darah, berisi darah sapi; 4. Kandang yang berisi beberapa betina nyamuk Cx. quinquefasciatus; 5. Kamera termografi FLIR; 6. Laptop yang berisi perangkat lunak ResearchIR untuk analisis video.

ROI Video

Video nyamuk yang sedang makan, direkam dalam format .csq, diambil menggunakan kamera termografi (FLIR T540). Video yang direkam dianalisis menggunakan perangkat lunak ResearchIR, yang dirancang khusus untuk menganalisis citra termal yang diambil oleh kamera FLIR.  Untuk setiap nyamuk dalam video, beberapa wilayah (ROI) dipilih di tengah kepala, dada, dan perut. ROI ini dipilih untuk melacak perubahan suhu tubuh selama pemberian makanan darah. Perangkat lunak ResearchIR melacak perubahan suhu tubuh dari ketiga ROI yang dipilih frame demi frame sepanjang durasi pemberian makanan darah.

Analisis Data      

Untuk menganalisis data, sepuluh frame secara acak dipilih per segmen tubuh (kepala, dada, perut) untuk setiap nyamuk (N = 10). Suhu dari frame-frame ini dihitung rata-rata untuk setiap segmen tubuh. Analisis statistik dilakukan menggunakan perangkat lunak R.  Uji ANOVA satu arah dilakukan untuk membandingkan perbedaan suhu di antara segmen tubuh, diikuti dengan uji post-hoc Tukey untuk mengidentifikasi perbedaan spesifik antara segmen.

HASIL PENGAMATAN

 

 

Gambar 2. Gambar termografi dari nyamuk betina Cx. quinquefasciatus yang diambil sesaat setelah mendarat di pemberi makanan darah (A), selama pemberian makanan darah (Tdarah = 36 ± 1 ◦C) (B), dan setelah pemberian makanan (C), beserta suhu tubuhnya masing-masing (A′, B′, C′).

Gambar 2 memvisualisasikan perubahan suhu pada perut (Tab), dada (Tth), dan kepala (Th). Sebelum mendarat di pemberi makanan darah, suhu tubuh nyamuk (Tb) sama dengan suhu lingkungan (Ta). Selain itu, suhu kepala (Th), dada (Tth), dan perut (Tab) semuanya berada dalam jarak 1°C satu sama lain.

Setelah mendarat di pemberi makanan darah, nyamuk dengan cepat menghangat karena kontak dengan pemberi makanan. Saat pemberian makanan dimulai, suhu kepala, dada, dan perut secara bertahap meningkat. Perbedaan antara suhu ketiga segmen ini meningkat, menunjukkan heterotermi.

Setelah meregangkan bagian mulut dari membran pemberi makanan, suhu tubuh secara bertahap menurun dan mulai kembali ke suhu lingkungan.

Gambar 4. Plot suhu kepala, dada, dan perut betina Cx quinquefasciatus (N = 10) yang memakan makanan darah pada suhu 36 ± 1 ◦C. Setiap titik mewakili satu nyamuk. Kotak mewakili jangkauan interkuartil (kuartil 1 dan 3) bersama dengan median. Garis pembatas menyoroti variabilitas antarindividu (min/maks). Huruf di atas menunjukkan perbedaan statistik (ANOVA satu arah, p < 0,002).

Sepanjang proses pemberian makanan, suhu kepala sedikit lebih tinggi daripada suhu dada, dan secara signifikan lebih tinggi daripada suhu perut (P<0,005). Sementara itu, perbedaan suhu antara dada dan perut tidak signifikan secara statistik (P>0,05) (Gambar 4).

makanan darah pada suhu 36 ± 1 ◦C yang menghasilkan dan menjaga tetesan urine di ujung perutnya, ditunjukkan oleh panah. B. Perubahan suhu perut sebelum emisi / retensi tetesan (merah) dan setelah (biru). Pelepasan tetesan terjadi 60 detik setelah memulai pemberian makanan (panah hitam) dan tetap melekat sampai betina tersebut terbang.

Pada beberapa individu (15%), tetesan teramati diekskresikan di ujung perut selama pemberian makanan, fenomena yang dikenal sebagai prediuresis. Menahan tetesan ini mengakibatkan penurunan suhu perut (Gambar 5a dan 5b).

Tabel 2. Ringkasan perilaku pemberian makan dan karakteristik fisiologis beberapa arthropoda penghisap darah. (*) menunjukkan bahwa HSP disintesis setelah pemberian makan darah oleh spesies yang terkait erat. Angka dalam tanda kurung menunjukkan referensi dari studi-studi tersebut.

Menariknya, suhu kepala Cx. quinquefasciatus lebih rendah daripada serangga hematofagus lainnya saat memakan darah pada suhu yang sama (Tabel 2).

Peneliti mengukur durasi pemberian makan pada nyamuk Culex quinquefasciatus. Rata-rata, Culex quinquefasciatus membutuhkan waktu sedikit lebih lama daripada kebanyakan nyamuk pemakan darah hangat untuk mengonsumsi makanan darah pada suhu 37°C. Durasi pemberian makan rata-rata lebih dari 3,11 menit, dengan standar deviasi ±37 detik.  Meskipun Culex quinquefasciatus membutuhkan waktu lebih lama untuk memberi makan dibandingkan dengan kebanyakan serangga hematofagus lainnya.

DISKUSI

Mekanisme Pendinginan

Para peneliti mengamati kejadian heterotermi yang signifikan pada nyamuk Cx. quinquefasciatus selama pemberian makan darah. Mereka menemukan bahwa 15% individu menyimpan tetesan prediuresis di ujung perut, yang membantu menyejukkan perut melalui pendinginan evaporatif. Heterotermi merujuk pada fenomena di mana bagian-bagian berbeda dari tubuh suatu organisme memiliki suhu yang berbeda. Dalam konteks ini, hal itu mengacu pada gradien suhu yang diamati sepanjang segmen tubuh nyamuk Culex quinquefasciatus selama pemberian makan darah.

Meskipun pertukaran panas berlawanan biasanya dikaitkan dengan konservasi panas, Rhodnius prolixus, atau kissing bug, menggunakan mekanisme ini untuk mendinginkan perutnya selama makan. Proses tersebut melibatkan pemompaan hemolimf dingin dari perut ke kepala, di mana ia berkontak dengan esofagus dan membantu mendinginkan darah yang ditelan sebelum mencapai lambung. Proses ekskresi tetesan darah segar dan urine (prediuresis) dan menahannya di ujung perut disebut sebagai pendinginan evaporatif untuk memfasilitasi pendinginan. Mekanisme ini digunakan oleh berbagai arthropoda hematofagus, termasuk lalat pasir, nyamuk, dan kutu, untuk mendinginkan tubuh selama pemberian makan darah. Pada beberapa individu (15%), teramati tetesan yang diekskresikan di ujung perut selama pemberian makan, yang dikenal sebagai prediuresis. Menahan tetesan ini akan membantuu menurunkan suhu abdomen.

Perbedaan Suhu di Kepala dan Abdomen

Sementara kebanyakan serangga hematofagus memiliki suhu kepala yang dekat dengan suhu darah yang mereka hisap, nyamuk Culex quinquefasciatus yang diamati memiliki suhu kepala yang lebih rendah dibandingkan dengan darah. Studi sebelumnya telah menunjukkan hanya sedikit perbedaan suhu antara darah dan kepala nyamuk seperti Aedes aegypti dan Anopheles stephensi, serta lalat Tsetse Glossina morsitans. Namun, pada Culex quinquefasciatus, perbedaan suhu yang jauh lebih besar (~5°C secara rata-rata) telah teramatti. Perbedaan suhu yang lebih besar yang diamati pada Culex quinquefasciatus menunjukkan bahwa mereka mungkin telah mengembangkan mekanisme untuk mendinginkan darah sebelum mencapai kepala. Proses tersebut dapat melibatkan adaptasi anatomi atau fisiologis pada pompa penyerapan selama pemberian makan darah.

Hipothesis Laju Pemberian Makan yang Lebih Lambat

Hipothesis lain yang diusulkan adalah bahwa Culex quinquefasciatus mengendalikan suhu tubuhnya dengan memakan darah lebih lambat dibandingkan dengan spesies nyamuk lainnya. Studi telah menemukan pemakan cepat dan lambat pada Aedes aegypti, sedangkan Culex quinquefasciatus membutuhkan rata-rata 3 menit untuk mengonsumsi makanan lengkap. Laju pemberian makan yang lebih lambat ini bisa memungkinkan darah kehilangan panas melalui kutikula stilus saat nyamuk menghisap makanan darah, yang berkontribusi pada heterotermi yang diamati.

Preferensi Suhu saat Pemberian Makan

Culex quinquefasciatus, meskipun telah beradaptasi untuk menghisap inang berdarah hangat, mungkin memilih untuk menghisap bagian tubuh inang yang lebih dingin untuk meminimalkan stres panas awal.

Observasi menunjukkan bahwa mereka sering memilih untuk menghisap bagian pinggiran pemberi makan darah, di mana darah sedikit lebih dingin, seperti kaki dan pergelangan kaki daripada betis dan paha. Preferensi ini mungkin dipengaruhi oleh zat penghasil aroma yang dihasilkan oleh kaki dan suhu lebih rendah pada ekstremitas.

Dampak pada Perilaku dan Durasi Pemberian Makan

Pemilihan darah yang lebih dingin dapat mengakibatkan waktu pengambilan atauu penghisapan  yang lebih lama, karena darah yang lebih dingin akan meningkatkan durasi pemberian makan. Perilaku ini bisa menjadi kompromi antara menghindari stres panas dari mengonsumsi darah yang lebih hangat dan memberi makan lebih cepat untuk meminimalkan waktu yang dihabiskan di atas inang.

Potensi Perilaku Antiparasit

Pilihan tempat menggigit juga dapat memengaruhi pembentukan tetesan pendinginan evaporatif. Nyamuk yang terpaksa menghisap darah lebih hangat mungkin lebih cenderung mempertahankan tetesan, mungkin sebagai mekanisme pertahanan terhadap parasit.

Perbandingan dengan Culex territans

Dibandingkan dengan spesies yang berkerabat erat, Culex territans, yang menghisap inang berdarah dingin, Culex quinquefasciatus membutuhkan waktu yang jauh lebih sedikit untuk memberi makan hingga kenyang. Hal ini menyoroti perbedaan perilaku pemberian makan antara spesies yang beradaptasi dengan tipe inang yang berbeda.

KESIMPULAN

Studi ini sebagai studi pertama yang berfokus pada biologi termal spesies nyamuk ini selama pemberian makan, menunjukkan bahwa nyamuk ini dapat mendinginkan diri selama pemberian makan darah sebagian melalui pendinginan evaporatif dari tetesan urine. Selain itu, pemahaman terhadap biologi nyamuk ini, terutama perilaku pemberiannya dan fisiologinya, dapat membawa pada metode pengelolaan hama yang lebih terintegrasi untuk mengendalikan vektor ini. 

REFERENSI

Lahondere., et al., (2021). Beat the Heat : Culex quinquefasciatus Regulates it’s Body Temperature During Blood Feeding. Journal of Thermal Biology. 96 : 1-4.

Konsultasikan Kebutuhan Anda