Penyakit Kaki Gajah (Filariasis)

Pengertian
Filariasis, atau lebih dikenal sebagai penyakit kaki gajah, merupakan penyakit menular yang umum di wilayah tropika di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh sekelompok cacing parasit nematoda yang termasuk dalam superfamilia Filarioidea. Parasit ini dapat menyebabkan infeksi yang menghasilkan gejala utama berupa edema, dengan kondisi paling terkenal adalah elefantiasis, di mana tungkai bawah (kaki) mengalami pembengkakan yang signifikan. Penyakit ini sering kali dijuluki sebagai penyakit kaki gajah karena karakteristik pembengkakan tersebut [1]
Berbeda dengan penyakit seperti DBD atau malaria, yang hanya ditularkan oleh spesies nyamuk tertentu, filariasis memiliki kemampuan untuk ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk, meningkatkan risiko penyebarannya. Proses penularan parasit ini melibatkan berbagai jenis nyamuk atau lalat pengisap darah, termasuk genus Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres [2]
Filariasis dapat dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan tempat bersarangnya dalam tubuh manusia: filariasis limfatik, filariasis subkutan (di bawah lapisan kulit), dan filariasis rongga serosa (cavity serous). Parasit penyebab utama filariasis limfatik melibatkan Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Filariasis limfatik, yang lebih populer dengan sebutan kaki gajah atau elefantiasis, merupakan varian paling umum dari penyakit ini [3]
Faktor Risiko
Filariasis, penyakit kaki gajah yang umum terjadi di wilayah tropika, memiliki faktor risiko yang perlu diperhatikan. Paparan berkepanjangan terhadap gigitan nyamuk, terutama dalam durasi yang signifikan, dapat meningkatkan peluang terkena penyakit ini. Orang-orang yang menetap di daerah tropis atau subtropis serta yang aktif berburu atau memancing memiliki risiko lebih tinggi terkena antigenemia filarial [3]
Selain itu, suhu lingkungan yang hangat dan kecenderungan untuk berkeringat dapat memperbesar risiko tergigit oleh nyamuk, meningkatkan probabilitas infeksi filariasis. Faktor risiko lainnya termasuk tinggal di daerah endemis kaki gajah, di lingkungan dengan tingkat kebersihan rendah, dan sering terpapar gigitan nyamuk di sekitar tempat tinggal. Pemahaman mendalam terhadap faktor-faktor ini menjadi esensial dalam upaya pencegahan dan pengendalian efektif terhadap filariasis [3].
Penyebab
Menurut data dari World Health Organization (WHO), sekitar 120 juta orang di seluruh dunia mengidap filariasis limfatik, dan sekitar sepertiga dari mereka mengalami infeksi yang serius. Penyakit ini dipicu oleh parasit filaria yang memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang telah terinfeksi. Setelah masuk, cacing tersebut tumbuh menjadi dewasa dan bisa bertahan hidup hingga delapan tahun, berkembang biak di dalam jaringan limfa manusia.
Infeksi ini umumnya dimulai sejak masa anak-anak, merusak sistem limfatik tanpa menunjukkan gejala yang jelas. Pembengkakan yang terjadi kemudian, pada tahap lanjut penyakit, bisa sangat parah dan menyakitkan, bahkan menyebabkan cacat permanen. Penularan penyakit kaki gajah terjadi ketika nyamuk mengisap darah seseorang yang membawa mikrofilaria, yakni anak cacing Filaria. Dalam kurun waktu dua minggu, mikrofilaria tersebut berkembang menjadi larva L3 dalam tubuh nyamuk.
Saat nyamuk tersebut menggigit orang lain, larva L3 bermigrasi ke tubuh baru, tumbuh, dan berkembang menjadi cacing Filaria dewasa di dalam pembuluh darah dan kelenjar getah bening manusia. Beberapa bulan kemudian, cacing dewasa mampu menghasilkan mikrofilaria yang beredar di peredaran darah tepi, khususnya pada malam hari. Pada siang hari, mikrofilaria ini berada di kapiler darah organ dalam [4,5].
Gejala
Kaki gajah menunjukkan gejala utama berupa pembengkakan pada tungkai. Namun, pembengkakan juga dapat terjadi di bagian tubuh lain seperti lengan, kelamin, dan dada. Kulit di daerah yang mengalami pembengkakan cenderung mengalami penebalan, kekeringan, perubahan warna yang gelap, pecah-pecah, dan bahkan terbentuknya luka. Sayangnya, setelah mengalami perubahan ini, tungkai yang terkena tidak dapat pulih sepenuhnya, menandakan bahwa kondisi tersebut telah memasuki fase kronis.
Fase awal kaki gajah seringkali tidak menunjukkan gejala yang jelas, membuat penderita mungkin tidak menyadari bahwa mereka telah terinfeksi filariasis. Pada tahap ini, peradangan pada pembuluh darah atau kelenjar getah bening dapat muncul sebagai pembengkakan.
Berdasarkan gejala yang ditunjukkan, filariasis limfatik terbagi menjadi tiga kategori: tanpa gejala, akut, dan kronis. Infeksi tanpa gejala umum terjadi, meski tetap menimbulkan kerusakan pada jaringan limfa dan ginjal serta memengaruhi sistem kekebalan tubuh. Kondisi akut, seperti adenolimfangitis (ADL) dan limfangitis filaria akut (AFL), menampilkan gejala seperti demam, pembengkakan limfa, dan rasa sakit di daerah yang terinfeksi. AFL, disebabkan oleh cacing dewasa yang sekarat, memiliki karakteristik sedikit berbeda dan cenderung tidak disertai demam.
Pada tahap kronis, filariasis limfatik dapat menyebabkan limfedema atau penumpukan cairan yang mengakibatkan pembengkakan pada kaki dan lengan. Penumpukan cairan ini, bersama dengan infeksi yang terjadi karena melemahnya sistem kekebalan tubuh, dapat menyebabkan kerusakan dan ketebalan lapisan kulit, yang dikenal sebagai elefantiasis. Selain itu, penumpukan cairan juga dapat memengaruhi rongga perut, testis pada laki-laki, dan payudara pada Perempuan [4,5].
Komplikasi
Filariasis limfatik, atau kaki gajah, dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama dalam bentuk pembengkakan parah pada area yang terinfeksi. Pembengkakan ini tidak hanya menimbulkan rasa nyeri, tetapi juga dapat mengakibatkan cacat. Meskipun demikian, langkah-langkah pengobatan kaki gajah dapat membantu meredakan rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang muncul.
Pembengkakan pada kaki yang terinfeksi juga dapat menyebabkan risiko infeksi bakteri sekunder, terutama karena kulit pada kaki gajah sering mengalami luka. Seiring berjalannya waktu, kerusakan pada sistem limfatik dapat membuat tubuh kesulitan melawan infeksi, dan respons imun yang menurun dapat mengakibatkan kondisi yang sering dijumpai, seperti infeksi bakteri berulang.
Filariasis limfatik juga dapat memunculkan komplikasi serius lainnya, termasuk Elephantiasis. Kondisi ini ditandai dengan penebalan dan pengerasan kulit, serta retensi cairan yang menyebabkan bagian tubuh yang terkena menjadi nyeri, bengkak, dan membesar. Pada tingkat yang lebih lanjut, kaki gajah juga dapat memicu sindrom eosinofilia paru tropis, yang ditandai oleh peningkatan jumlah sel darah putih dan dapat menyebabkan gejala seperti batuk dan kesulitan bernapas. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang komplikasi ini penting untuk memberikan penanganan yang tepat dan mencegah dampak serius dari filariasis limfatik [4,5].
Pengobatan
Pengobatan bertujuan untuk mencegah perburukan infeksi dan menghindari komplikasi filariasis. Obat cacing, seperti ivermectin, albendazole, atau diethylcarbamazine, dapat dikonsumsi untuk mengurangi jumlah parasit dalam tubuh. Setelah pengobatan, cacing penyebab kaki gajah mati, menyebabkan meredanya pembengkakan kelenjar getah bening dan normalisasi aliran getah bening.
Meski pembengkakan yang disebabkan oleh filariasis tidak dapat pulih sepenuhnya, langkah-langkah dapat diambil untuk menjaga kebersihan dan kenyamanan. Hal ini melibatkan istirahatkan tungkai dengan menjaga posisi yang lebih tinggi, menggunakan stocking kompres sesuai anjuran dokter, membersihkan area yang bengkak secara teratur, dan merawat luka jika ada. Gerakan ringan dan olahraga direkomendasikan untuk menjaga kelancaran aliran getah bening.
Jika pembengkakan sangat parah atau terjadi hidrokel, operasi mungkin diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Meskipun langkah-langkah ini membantu dalam manajemen gejala, pentingnya pencegahan filariasis tetap menjadi fokus utama, terutama bagi mereka yang berisiko tinggi terkena penyakit ini [4,5].
Pencegahan
Langkah kunci dalam mencegah infeksi filariasis adalah mengurangi risiko terkena gigitan nyamuk sebanyak mungkin. Ini menjadi sangat vital, terutama di negara-negara tropis seperti Indonesia. Untuk meningkatkan perlindungan terhadap gigitan nyamuk, dapat diambil tindakan preventif yang sederhana, seperti mengenakan pakaian panjang, menggunakan losion anti nyamuk, tidur di bawah kelambu, dan membersihkan genangan air di sekitar lingkungan [3].
REFERENSI
[1] Rebollo MP, Bockarie MJ. Can Lymphatic Filariasis Be Eliminated by 2020? Trends Parasitol. 2017 Feb;33(2):83-92.
[2] Maldjian C, Khanna V, Tandon B, Then M, Yassin M, Adam R, Klein MJ. Lymphatic filariasis disseminating to the upper extremity. Case Rep Radiol. 2014;2014:985680.
[3] Shukla SK, Kusum A, Sharma S, Kandari D. Filariasis presenting as a solitary testicular mass. Trop Parasitol. 2019 Jul-Dec;9(2):124-126.
[4] Chandy A, Thakur AS, Singh MP, Manigauha A. A review of neglected tropical diseases: filariasis. Asian Pac J Trop Med. 2011 Jul;4(7):581-6.
[5] Bjerum CM, Ouattara AF, Aboulaye M, Kouadio O, Marius VK, Andersen BJ, Weil GJ, Koudou BG, King CL. Efficacy and Safety of a Single Dose of Ivermectin, Diethylcarbamazine, and Albendazole for Treatment of Lymphatic Filariasis in Côte d`Ivoire: An Open-label Randomized Controlled Trial. Clin Infect Dis. 2020 Oct 23;71(7):e68-e75.