(Journal Review) Pola Pemberian Makan Darah Harian Culex pipiens Amerika Utara Yang Dipelihara Di Laboratorium
Jumat, 17 November 2023
PENDAHULUAN
Serangga memiliki jam internal yang menentukan pola makan dan pergerakan mereka. Mereka makan dan bergerak dalam ritme tertentu. Ritme ini disesuaikan dengan siklus siang dan malam atau sering disebut juga dengan biological clock. Serangga dewasa biasanya makan pada siang hari, malam hari, atau ketika matahari terbit dan terbenam. Menariknya, bahkan serangga dari jenis yang sama atau bahkan dalam kelompok yang sama mungkin memiliki jadwal makan yang berbeda.
Serangga pemakan darah, seperti nyamuk, telah menjadi fokus studi yang mendalam karena kebiasaan makan mereka berpengaruh pada penyebaran penyakit. Untuk mendapatkan makanan, nyamuk mencari inangnya ketika inang tersebut tersedia. Jam internal membantu mengatur waktu makan mereka agar sesuai dengan ketersediaan inang dan minimnya aktivitas predator. Kondisi cuaca juga berperan dalam mendukung pencarian makan mereka. Sebagai contoh, waktu terbaik bagi nyamuk kutu busuk untuk makan adalah di pagi hari saat manusia sedang tidur dan kondisi udara cukup lembab. Kebanyakan penularan penyakit terjadi ketika serangga ini sedang mencari makan. Memahami waktu makan dan prinsip ilmiah di baliknya penting untuk menciptakan strategi pengendalian untuk mengatur kontak antara serangga tersebut dengan inangnya. Hal ini sangat penting dalam upaya pengelolaan penyakit. Selain itu, para peneliti menemukan bahwa faktor genetik sangat mempengaruhi rutinitas makan harian serangga tersebut.
Dalam eksperimen ini, para peneliti memeriksa kebiasaan makan darah harian dari tiga kelompok nyamuk Culex pipiens. Satu kelompok berasal dari Pennsylvania, sementara dua kelompok lainnya berasal dari Chicago, yaitu Culex pipiens f. pipiens dan Culex pipiens f. molestus. Mereka mengamati seberapa sering nyamuk ini memakan darah sepanjang hari di dalam laboratorium dan juga memeriksa pengaruh keberadaan CO2 terhadap kebiasaan makan mereka.
Meskipun secara fisik Culex pipiens f. pipiens dan Culex pipiens f. molestus mirip, mereka memiliki perilaku yang berbeda. Sebagai contoh, Culex pipiens f. molestus dapat bertelur tanpa memerlukan makan darah, sementara Culex pipiens f. pipiens tidak memiliki kemampuan yang sama. Culex pipiens f. molestus, subspesies dari nyamuk Culex pipiens yang berasal dari Asia, menunjukkan pola terbang yang tidak memiliki ritme yang jelas, berbeda dari anggota kelompok Culex pipiens lainnya yang biasanya berkembang biak di atas tanah.
Ketidakberaturan dalam pola penerbangan nyamuk menunjukkan bahwa perilaku penerbangan mereka sulit diprediksi atau tidak memiliki pola yang jelas pada waktu tertentu, baik siang maupun malam hari. Berbeda dengan nyamuk Culex pipiens yang biasanya hidup di atas tanah dan menunjukkan pola penerbangan yang lebih terstruktur, nyamuk dari kelompok ini menunjukkan aktivitas penerbangan yang tidak teratur atau tidak dapat diprediksi. Hal ini mungkin disebabkan oleh lingkungan atau habitat di mana nyamuk ini hidup, yang tampaknya berbeda dari lingkungan biasa nyamuk Culex pipiens lainnya.
Namun, sejauh ini, belum ada penelitian yang mendeskripsikan pola harian pemberian darah atau waktu puncak makan dari kelompok molestus. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan dan membandingkan pola pemberian darah harian dari tiga populasi Culex pipiens yang diteliti di laboratorium, salah satunya dikonfirmasi sebagai keturunan kelompok molestus. Para peneliti juga memeriksa sejauh mana ketiga populasi ini dapat beradaptasi dalam waktu pemberian darah.
METODE PENELITIAN
a. C.p. f. molestus dari Calumet, IL:
Diperoleh pada April 2009 dari Centers for Disease Control. Nyamuk ini menunjukkan garis keturunan kuat C.p. f. molestus, dikonfirmasi melalui perilaku mereka dalam meletakkan telur sebelum makan darah. Hal ini juga diverifikasi melalui tes PCR.
b. C.p. f. pipiens dari Pennsylvania dan Oak Lawn, IL:
Koloni Pennsylvania (PENN) diperoleh pada Januari 2011 dari kelompok yang dijaga oleh New York State Health Department. Koloni kedua dari Oak Lawn (CGO), IL, dimulai pada Agustus 2011 menggunakan telur yang dikumpulkan dari perangkap. Nyamuk ini tidak meletakkan telur tanpa makanan darah, dan identifikasi genetik mereka sebagai C.p. f. pipiens dikonfirmasi menggunakan tes PCR.
PemeliharaanNyamuk
Untuk memelihara nyamuk dewasa, mereka ditempatkan di dalam kandang putih besar yang dilengkapi larutan gula 10% dan air. Kandang-kandang ini dijaga dalam lingkungan yang dikendalikan dengan suhu dan kelembapan yang konsisten, diatur untuk mengikuti siklus pencahayaan tertentu yang meniru 15 jam siang dan 9 jam gelap (LD). Namun, pengaturan pencahayaan mereka berbeda dari alam; mereka tidak mengikuti perubahan cahaya secara bertahap yang biasanya terjadi pada saat matahari terbit dan terbenam. Sebaliknya, mereka mempertahankan periode cahaya dan gelap tanpa transisi bertahap. Untuk menyimulasikan tingkat cahaya rendah yang biasa ditemui oleh nyamuk di alam pada malam hari, seperti cahaya bulan, mereka menggunakan bola lampu 4 Watt yang sangat redup. Lampu ini memberikan cahaya tidak langsung (0,17 lux) selama fase gelap. Tujuannya adalah memastikan bahwa perilaku nyamuk yang biasanya aktif di malam hari tetap normal di lingkungan laboratorium, karena kegelapan total dapat memengaruhi perilaku mereka.
Pemberian Makan Darah
Untuk memastikan nyamuk tetap menghasilkan telur, mereka memberi makan darah kepada nyamuk dewasa menggunakan pengumpan buatan dua kali seminggu, setidaknya satu jam sebelum atau sesudah lampu dimatikan. Mereka memastikan untuk mengubah waktu pemberian makan darah ke setiap kelompok pada hari yang berbeda. Mereka memberi darah yang sesuai dengan preferensi nyamuk di alam : Cp. f. molestus diberi makan darah kuda, sedangkan Cp. f. pipiens diberi darah angsa yang dicampur dengan larutan gula. Mereka menggunakan selongsong sosis babi sebagai medium makanan darah bagi nyamuk.
Pengumpukan Telur dan Larva
Mereka mengumpulkan telur dan larva nyamuk dari wadah penampungan dua kali seminggu dan memindahkannya ke wadah yang lebih besar yang berisi air. Wadah ini mampu menampung tidak lebih dari 250 larva. Larva diberi makan campuran bubuk hati dan ragi bir setiap dua hari. Larva dan pupa terkena cahaya terang (700 lux) di siang hari dan cahaya sangat redup (<0,17 lux) di malam hari. Setelah pupa siap, mereka dipindahkan ke tempat terpisah dalam kandang nyamuk dewasa setiap hari. Saat nyamuk jantan dan betina dewasa muncul, mereka disatukan selama lima hari untuk mengizinkan perkawinan. Salah satu perbedaan utama antara Cp f. pipiens dan Cp f. molestus adalah bahwa Cp f. molestus menunda makan darah sampai selesai bertelur untuk pertama kalinya. Untuk betina Cp. f. molestus dalam penelitian ini, perteluran biasanya terjadi dalam 4 hingga 7 hari setelah menjadi dewasa.
Dimulainya Eksperimen
Untuk memastikan kesiapan menghisap darah yang sama untuk kedua kelompok, mereka menyesuaikan usia nyamuk. Mereka menyiapkan betina Cp f. pipiens usia 6 hari dan betina Cp f. molestus usia 13 hari untuk pengujian. Dua puluh empat jam sebelum pengujian, nyamuk dipindahkan ke kandang yang bersih dan terpisah. Selama masa kawin dan bertelur, nyamuk diberi akses ke larutan manis, tetapi selama pengujian, mereka hanya diberi air, tanpa gula.
A. Eksperimen 1: Uji satu kandang untuk memahami ritme makan darah
Dua puluh empat jam sebelum pengujian, 20-25 nyamuk betina dewasa dari tiga populasi berbeda (C.p. f. pipiens dari PENN dan CGO, serta C.p. f. molestus) ditempatkan dalam tiga kandang uji yang terpisah. Dengan menggunakan makanan buatan, perilaku pemberian darah mereka diamati selama 24 jam. Tes 24 jam ini terbagi menjadi empat periode:
- Fotofase Terlambat (0-3 jam): Nyamuk diberi akses ke pengumpan darah. •
- Skotofase (3-12 jam): Ini fase gelap, menggunakan lampu merah untuk visibilitas lebih baik, dan darah/membran diganti setiap tiga jam. •
- Fotofase Awal (12-15 jam): Nyamuk kembali diperbolehkan mengakses alat pemberi darah.
- Fotofase Menengah (15-24 jam): Disini, pemberian makanan dikurangi sedikit dan diperiksa sekali setelah 9 jam.
Selama percobaan ini, tiga perlakuan berbeda diterapkan pada kandang nyamuk:
- Tidak ada Sumber CO2 yang Tetap : C.p. f. pipiens dari populasi CGO dan PENN diberi darah angsa dengan heparin, sedangkan C.p. f. molestus diberi darah kuda. Pengaturan ini diulang 9 kali untuk C.p. f. pipiens dan 7 kali untuk C.p. f. molestus. Tidak adanya sumber CO2 tetap menunjukkan bahwa tidak ada penambahan atau dorongan CO2 yang berkelanjutan untuk menarik nyamuk selama percobaan khusus ini. •
- Pengujian Efek Golongan Darah yang Tidak Disukai : Enam kelompok tambahan C.p. f. molestus dan C.p. f. pipiens dari populasi PENN masing-masing diberi darah angsa dan kuda, untuk mengetahui apakah penggunaan golongan darah yang tidak mereka sukai akan memengaruhi ritme makan mereka. Tidak ada sumber CO2 dalam pengaturan ini.
- Pengaruh CO2 terhadap Ritme Makan : Enam kelompok C.p. f. pipiens dari populasi CGO dan PENN diberi darah angsa, sementara 6 kelompok C.p. f. molestus diberikan darah kuda dengan tambahan CO2. Es kering digunakan untuk melepaskan CO2, diletakkan di sebelah pengumpan darah, dan diganti setiap tiga jam selama percobaan. Tingkat pelepasan CO2 berada dalam kisaran yang dapat diterima untuk menarik spesies nyamuk yang mencari manusia dan burung.
B. Eksperimen 2: Uji multi-kandang pada ritme pemberian darah tanpa kehadiran CO2
Mereka memiliki tujuh kandang terpisah, masing-masing berisi 15-25 nyamuk dari satu jenis. Kandang-kandang ini menerima makanan darah pada interval tiga jam yang berbeda selama 24 jam. Jadi, setiap kandang memiliki jendela waktu makan darahnya sendiri, menciptakan variasi waktu makan di antara kelompok nyamuk. Pemberian darah dimulai pada akhir fase fotofase dan berlangsung selama 24 jam. Setiap tiga jam, darah dan selaputnya diganti di tempat pemberian makan. Setelah pengujian, jumlah nyamuk betina yang makan darah di setiap kandang dihitung. Tujuannya adalah mempelajari pengaruh variasi waktu pemberian darah terhadap perilaku makan dari populasi nyamuk yang berbeda. Beberapa nyamuk diberi darah pada waktu makan yang mereka sukai, sementara yang lain diberi makan lebih awal atau lebih terlambat.
Contohnya adalah:
Kandang 1: Pemberian darah untuk nyamuk dari jam 0 hingga jam 3.
Kandang 2: Pemberian darah untuk nyamuk dari jam 3 hingga jam 6.
Kandang 3: Pemberian darah untuk nyamuk dari jam 6 hingga jam 9.
Kandang 4: Pemberian darah untuk nyamuk dari jam 9 hingga jam 12.
Kandang 5: Pemberian darah untuk nyamuk dari jam 12 hingga jam 15.
Kandang 6: Pemberian darah untuk nyamuk dari jam 15 hingga jam 18.
Kandang 7: Pemberian darah untuk nyamuk dari jam 18 hingga jam 21.
Analisis Statistik
Semua analisis statistik dilakukan menggunakan R versi 2.15.1. Mereka menyesuaikan model minimal yang sesuai dengan mengurangi elemen-elemen model secara bertahap melalui uji bootstrap rasio kemungkinan (dengan jumlah simulasi = 100). Ini berarti mereka secara bertahap menghilangkan elemen dari model mereka untuk mencari model yang paling sederhana namun tetap dapat menjelaskan data dengan baik. Proses ini melibatkan uji rasio kemungkinan untuk membandingkan versi model yang berbeda.
Jika penghilangan elemen dari model tidak secara signifikan mempengaruhi kemampuannya menjelaskan data, elemen tersebut dihapus. Mereka menilai signifikansi dengan melihat p-value (nilai probabilitas) dan menggunakan ambang batas 0,05 - jika p-value di bawah ambang ini, dianggap signifikan.
Selain itu, mereka memanfaatkan Akaike`s Information Criterion (AIC), sebuah metrik yang membantu membandingkan berbagai model. AIC digunakan untuk memvalidasi hasil uji rasio kemungkinan, memastikan pemilihan model yang paling cocok untuk menjelaskan data.
- Eksperimen 1 Eksperimen 1 bertujuan untuk memahami bagaimana berbagai faktor seperti populasi nyamuk, waktu, dan interaksinya mempengaruhi proporsi nyamuk yang memberi makan. Untuk menganalisis ini, mereka menggunakan metode statistik bernama regresi logistik campuran dengan distribusi kesalahan binomial. Pendekatan ini umumnya digunakan untuk hasil yang bersifat biner, seperti apakah nyamuk memberi makan atau tidak.
Untuk memahami bagaimana faktor-faktor seperti jenis darah inang dan populasi nyamuk memengaruhi waktu hingga nyamuk memberi makan, mereka menggunakan regresi logistik untuk memodelkan waktu sampai nyamuk memberi makan. Jika nyamuk makan dalam tiga jam pertama, waktu makannya dinilai sebagai 0 (interval I = 0). Jika nyamuk memberi makan pada interval berikutnya (I = 1 - 5), waktu makan dinilai sebagai (I × 3). - Eksperimen 2 Pada Eksperimen 2, respon nyamuk dimodelkan menggunakan regresi logistik campuran dengan distribusi kesalahan binomial.
HASIL
Eksperimen 1: Uji satu kandang untuk memahami ritme makan darah
Mayoritas nyamuk dari populasi Cpf pipiens PENN cenderung makan pada jam-jam terakhir dalam fase fotosintesis, tidak lama setelah percobaan dimulai, dengan waktu rata-rata makan sekitar 1,51 jam. Sebagian besar dari mereka makan dalam tiga jam pertama. Sebaliknya, populasi Cp f. pipiens CGO dan Cp f. molestus mayoritas memberi makan saat scotophase (fase gelap). Waktu rata-rata memberi makan adalah 5,2 jam untuk Cp f. pipiens CGO dan 6,9 jam untuk Cp f. molestus.
Ketika Cp f. molestus dan Cp f. pipiens PENN diberi darah inang yang tidak disukai (darah angsa dan kuda, masing-masing), waktu rata-rata makan berubah. Cp f. molestus butuh waktu sekitar 9,09 jam untuk memakan darah angsa, sementara Cp f. pipiens PENN membutuhkan waktu 1,49 jam untuk memakan darah kuda. Namun, analisis menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan darah dan populasi nyamuk, serta perlakuan darah itu sendiri, tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi waktu makan untuk kedua populasi ini. Penundaan yang disebabkan oleh jenis darah yang tidak disukai tidak terlalu besar dan tidak signifikan secara statistik. Rata-rata dan median waktu yang dibutuhkan untuk memberi makan (± 95% CI) pada setiap populasi dan perlakuan dalam Eksperimen 1.
Respon Culex.p. f. pipiens CGO terhadap CO2:
Tanpa CO2: Sebagian besar Cp f. pipiens CGO memberi makan selama fase skotofase, dengan waktu rata-rata makan sekitar 5,2 jam.
Dengan CO2: Ketika CO2 digunakan sebagai isyarat, mayoritas Cp f. pipiens CGO memberi makan pada awal fase skotofase. Waktu rata-rata untuk memberi makan sedikit menurun menjadi 4,1 jam. Waktu rata-rata adalah 3 jam, sama dengan waktu rata-rata tanpa penggunaan CO2.
Efek pada CP f. pipiens PENN dan CP f. molestus
Untuk populasi ini, baik waktu rata-rata maupun median untuk memberi makan tidak berubah secara signifikan ketika CO2 digunakan sebagai isyarat pemberian makan darah. Uji rasio kemungkinan mengonfirmasi bahwa penggunaan CO2 sebagai isyarat pemberian makan darah tidak signifikan dalam memengaruhi waktu yang diperlukan untuk memberi makan pada populasi ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun keberadaan CO2 mempengaruhi perilaku makan Cp f. pipiens CGO dengan sedikit mengurangi waktu rata-rata untuk makan, namun tidak secara signifikan mempengaruhi waktu makan untuk Cp f. pipiens PENN dan Cp f. molestus. Waktu rata-rata untuk makan tidak berubah untuk Cp f. pipiens CGO, menunjukkan bahwa dampak CO2 pada perilaku makan mungkin lebih bernuansa dan tidak secara signifikan mengubah kecenderungan sentral waktu makan untuk populasi ini
Eksperimen 2: Uji multi-kandang pada ritme pemberian darah tanpa kehadiran
Hasil dari uji rasio kemungkinan menunjukkan adanya hubungan interaktif antara strain nyamuk dan waktu dalam memengaruhi perilaku menghisap darah (dengan signifikansi p = 0,05).
Pola Pemberian Makan pada Berbagai Strain dan Waktu: Cp. f. pipiens PENN menunjukkan tingkat pemberian makan yang konsisten (lebih dari 80%) baik pada skotofase (gelap) maupun pada fotofase (terang). Sementara itu, Cp f. pipiens CGO dan Cp f. molestus memiliki tingkat pemberian makan yang rendah (di bawah 10%) pada akhir fotofase dan tingkat yang lebih tinggi (lebih dari 50%) pada akhir skotofase.
Diferensiasi dalam Skotofase menunjukkan bahwa CPF pipiens CGO dan CPF molestus memiliki tingkat pemberian makan yang lebih tinggi pada akhir skotofase.
Diferensiasi dalam Fotofase menunjukkan bahwa proporsi Cp f. pipiens CGO yang lebih tinggi diberi makan pada awal fotofase dibandingkan dengan CP f. molestus. Hal ini menunjukkan bahwa Cp f. pipiens CGO cenderung untuk mulai makan lebih awal pada fase cahaya dibandingkan dengan Cp f. molestus, yang memiliki proporsi makan yang relatif lebih rendah pada awal fase cahaya.
DISKUSI
Meskipun terdapat perbedaan perilaku dan fisiologi yang beragam, penelitian ini menemukan beberapa kesamaan dalam ritme pemberian darah mereka. Baik C.p. f. pipiens CGO maupun C.p. f. molestus menunjukkan pola pemberian makan yang serupa. Sebagian besar pemberian makan terjadi pada malam hari ketika cuaca hangat dan lembap, sejalan dengan pola yang diamati pada spesies Culex lainnya. Waktu puncak pemberian makan untuk kedua populasi ini adalah 3-6 jam setelah fase gelap dimulai.
Menariknya, kehadiran CO2 tidak mengubah perilaku pemberian makan pada populasi tersebut. Ini sesuai dengan temuan sebelumnya yang menunjukkan bahwa CO2 mungkin tidak memainkan peran signifikan dalam pengaturan laboratorium, meskipun pentingnya dalam memicu perilaku pencarian inang di lapangan masih belum jelas.
Ada spekulasi bahwa tingkat cahaya mungkin memengaruhi perilaku pemberian makan secara berbeda pada populasi nyamuk ini. Tingkat cahaya yang meningkat mungkin menghambat pemberian makan pada C.p. f. molestus lebih daripada pada C.p. f. pipiens.
C.p. f. molestus menunjukkan sedikit pemberian makan selama fase terang tetapi mulai memberi makan di awal fase terang. Sebaliknya, C.p. f. pipiens dengan mudah memberi makan pada awal fase terang di bawah kondisi yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa pola pemberian darah lebih fleksibel pada C.p. f. pipiens dibandingkan dengan C.p. f. molestus.
Waktu pemberian makan yang terbatas pada C.p. f. molestus mungkin mencerminkan pola kehadiran manusia di masa lalu. Secara menarik, bentuk Culex yang mencari manusia berbagi waktu pemberian makan puncak yang mirip dengan nyamuk malaria Afrika yang terkhususkan, Anopheles gambiae.
Di Afrika, penggunaan kelambu berinsektisida telah mengganggu pola pemberian makan biasa Anopheles gambiae. Beberapa populasi A. gambiae telah bergeser waktu pemberian makan puncak mereka, tidak lagi disinkronkan dengan kehadiran manusia akibat kelambu tersebut. Di Amerika Utara, di mana rumah lebih tahan terhadap nyamuk, C.p. f. molestus sepertinya tidak mengalami tekanan yang sama untuk mengubah waktu pemberian makan mereka. Salah satu alasan mungkin adalah bahwa bentuk autogen seperti C.p. f. molestus dapat bereproduksi sebelum membutuhkan makan darah, yang berpotensi mengurangi tekanan bagi mereka untuk menyesuaikan ritme pemberian makan mereka.
Mungkin populasi C.p. f. molestus di Amerika Utara memiliki rentang inang yang lebih fleksibel dibanding populasi di Eropa, yang mungkin mengurangi kebutuhan mereka untuk mengubah waktu pemberian makan. Fleksibilitas dalam preferensi inang ini mungkin mempengaruhi tekanan seleksi untuk mengubah pola pemberian makan.
Salah satu ide yang menunjukkan mengapa C.p. f. pipiens dan C.p. f. molestus menunjukkan perbedaan dalam hal adaptabilitas bisa menjadi perbedaan usia selama pengujian. Terdapat perbedaan usia sekitar satu minggu antara kedua kelompok ini, mempengaruhi kesiapan biologis mereka dan mungkin memengaruhi perilaku mereka.
Seiring bertambahnya usia nyamuk, proses biologis dan perilaku mereka, termasuk fungsi jam internal mereka, cenderung melemah. Namun, bukti dari spesies nyamuk lain menunjukkan bahwa perbedaan usia yang kecil biasanya memiliki sedikit pengaruh pada sifat seperti pencarian inang atau aktivitas penerbangan mereka.
Studi ini menunjukkan bahwa perilaku yang terlihat pada C.p. f. molestus yang dipelihara di laboratorium serupa dengan perilaku di alam. Meskipun mungkin ada pengaruh dari penangkaran, nampaknya meningkatkan adaptabilitas perilaku daripada membatasinya, berdasarkan pengetahuan yang ada.
C.p. f. pipiens PENN menunjukkan waktu pemberian makan darah yang sangat berbeda dibandingkan dengan C.p. f. molestus dan C.p. f. pipiens CGO, menunjukkan waktu pemberian makan yang sangat fleksibel; mereka dengan mudah memberi makan darah pada berbagai jam, termasuk saat siang hari. Belum jelas apakah fleksibilitas dalam waktu pemberian makan ini disebabkan oleh sifat populasi asli Pennsylvania atau akibat lebih dari satu dekade tinggal dalam lingkungan terkendali.
KESIMPULAN
Ritme pemberian makan darah C.p. f. molestus dan C.p. f. pipiens mirip untuk populasi yang dikumpulkan dari wilayah geografis yang sama. Namun, ketika tidak mendapatkan makanan darah, populasi C.p. f. pipiens cenderung lebih sering memberi makan pada jam-jam pagi awal dibandingkan dengan C.p. f. molestus. Hal ini menyarankan bahwa waktu pemberian makan darah jauh lebih fleksibel bagi C.p. f. pipiens dan lebih terbatas bagi C.p. f. molestus.
REFERENSI
Megan, L.F., dkk. (2014). Ritme Pemberian Darah Harian Culex pipiens Amerika Utara yang Dipelihara di Laboratorium. Jurnal Ritme Cicardian. 12 (1) : 1-9.