Silverfish : Dampak dan Cara Mengendalikannya

Silverfish : Dampak dan Cara Mengendalikannya
01
Senin, 1 April 2024

Silverfish merupakan salah satu jenis serangga yang termasuk ke dalam ordo Zygentoma dan famili Lepismatidae. Secara evolusi, mereka dikenal sebagai serangga primitif karena keberadaannya diperkirakan telah ada semenjak serangga belum mengembangkan sayap. Silverfish merupakan nama yang diberikan karena penampilannya yang memiliki warna keperakan atau metalik serta gerakannya yang mirip dengan ikan. Silverfish juga dikenal sebagai “bristletails” karena mereka memiliki ekor menyerupai bulu di bagian belakang tubuhnya. Di Indonesia, Silverfish lebih dikenal dengan nama Gegat (Aak et al., 2019).

Secara umum, terdapat dua jenis silverfish, yaitu Lepisma saccharina dan Ctenolepisma longicaudata. Lepisma saccharina adalah spesies silverfish yang paling umum ditemui dan paling dikenal. Silverfish ini memiliki tubuh keperakan atau perak dan tiga ekor panjang yang menyerupai bulu. Sedangkan Ctenolepisma longicaudata adalah  jenis silverfish lain yang sering disebut sebagai "long-tailed silverfish" atau "giant silverfish". Meskipun nama umumnya berbeda, secara ilmiah, mereka masih termasuk dalam famili yang sama dengan Lepisma saccharina. Dari kedua jenis silverfish tersebut, Lepisma saccharina merupakan jenis silverfish yang lebih umum ditemukan di dalam ruangan (Aak et al., 2019)..

Tubuh silverfish memanjang dengan ukuran berkisar antara 10-12 mm untuk Lepisma saccharina dan  10-18 mm untuk Ctenolepisma longicaudata. Bentuk keduanya seperti segitiga terbalik dengan kepala yang lebar dan badannya mengecil secara perlahan hingga bagian kauda. Lepisma saccharina  memiliki filamen ekor yang lebih pendek sedangkan Ctenolepisma longicaudata lebih panjang.Selain itu, kepala dan sisi tubuh Lepisma saccharina tampak kurang berbulu jika dibandingkan dengan Ctenolepisma longicaudata (Aak et al., 2019)..

Secara umum, Silverfish menyukai lingkungan yang lembab dengan kelembaban berkisar antara 75-97 persen dan suhu lingkungan berkisar antara 22-27oC. Selain itu mereka menyukai tempat yang gelap. Beberapa habitat yang disukai silverfish diantaranya adalah ruang bawah tanah, dapur, di dalam saluran wastafel, rak buku, lemari, celah dinding, retakan di lantai, dan kamar mandi.

Siklus hidup silverfish termasuk ke dalam jenis ametabolous. Telur akan menetas menjadi nimfa yang akan mengalami beberapa kali pergantian kulit selama 6 hingga 13 kali sebelum mencapai tahap dewasa yang dapat berkembang biak. Setelah maturasi silverfish akan tetap mengalami molting sebanyak 25—66 kali. Seiring berjalannya waktu, perbesaran tubuhnya lama-lama akan berhenti karena sumber energi akan dialokasikan dari pertumbuhan menjadi pada survival dan reproduksi. Pada kondisi optimal, silverfish dewasa dapat mengalami proses molting selama masa hidupnya hingga 4 tahun (Aak et al., 2019 ; Devries & Appel.,2013).

Proses kawin silverfish diawali dengan ritual atau perilaku saling mengetuk antenna antara jantan dan betina. Setelah itu, jantan akan membuat struktur sutra berbentuk Y dan menaruh spermatotor yang mengandung gamet jantan di dekat struktur sutra tersebut. Betina kemudian akan mendekati sutra tersebut dan mengambil spermatotor ke dalam ovipositornya. Setelah itu, silverfish betina akan meletakan sebanyak 7-12 butir telur pada celah atau tempat tersembunyi. Lokasi tersembunyi tersebut akan membantu menjaga kelansungan hidupnya. Telur silverfish berbentuk oval dengan panjang 1.15 mm dan lebar 0.83 mm. Permukaannya halus dengan warna krim kekuningan. Telur tersebut akan menetas dibawah 20 hari pada suhu 32 oC sedangkan membutuhkan waktu 40 hari pada kisaran suhu 22 oC. Waktu maturasi yang diperlukan mulai dari telur menjadi dewasa dipengaruhi oleh suhu dan akses pada sumber makanan, namun diasumsikan bahwwa mereka akan berkembang menjadi silverfish dewasa selama 18 bulan dalam kondisi yang optimal (Aak et al., 2019).

Selama hidupnya, Silverfish memerlukan makanan yang tinggi akan komposisi protein dan karbohidrat untuk tumbuh dan berkembang. Biasanya mereka memiliki preferensi untuk  memakan bahan bertepung seperti sereal, tepung gandum, dan pati. Perilaku makan ini menyebabkan keberadaan mereka di rumah dikategorikan sebagai hama peganggu karena mereka bisa memakan dan merusak buku, kertas, dan tekstil yang terbuat dari katun dan linen. Silverfish tidak secara langsung memakan kain seperti yang dilakukan oleh ngengat pakaian. Namun, mereka dapat merusak kain dengan cara yang berbeda. Ketika ada sisa-sisa makanan atau bahan organik yang menempel pada kain, seperti tumpahan minuman berkarbohidrat atau kotoran, silverfish akan tertarik untuk mendekat. Mereka kemudian mencoba mencapai bahan makanan tersebut dengan menjalankan serangkaian gerakan, termasuk mengunyah dan menggit serat kain. Proses ini, meskipun tidak disengaja, dapat merusak serat kain dan menyebabkan kerusakan pada tekstil. Mereka juga dilaporkan memakan lem khusus yang digunakan untuk menempelkan kertas ke dinding. Selain itu, kemampuannya untuk merusak buku dan arsip penting berbahan dasar kertas menyebabkannya menjadi salah satu hama yang menjadi masalah besar apabila ditemukan di perpustakan, museum, dan koleksi seni yang memiliki benda-benda bernilai tinggi dan tidak tergantikan (Walker et al.,2013).

Silverfish dapat ditemukan dan menjadi masalah di rumah pribadi, gedung perkantoran, sekolah, perpustakaan, dan museum. Keberadaan silverfish di suatu lingkungan tertentu dapat dikenali melalui jejak berupa kotoran kecil yang menyerupai butiran tepung atau serbuk halus di sekitar tempat-tempat yang sering mereka kunjungi, seperti di rak buku, lemari, atau dapur, terutama di area yang gelap dan lembab. Meskipun silverfish tidak membuat sarang terstruktur, mereka akan meninggalkan bekas-bekas tempat persembunyiannya. Jejak kulit yang dilepaskan oleh silverfish yang mengalami molting juga bisa ditemukan di sekitar area aktivitas mereka (Aak et al., 2019)..

Mengatasi keberadaan silverfish sebagai hama memerlukan pendekatan yang integratif dan komperehensif. Hal tersebut dapat dilakukan melalui pendekatan Integrated Pest Management (IPM) melalui beberapa strategi pengendalian yang dapat diimplementasikan, termasuk diantaranya adalah tindakan pencegahan, penggunaan insektisida, dan bantuan profesional (Aak et al., 2019)..

Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan  menjaga kebersihan, menjaga pencahayaan, dan mengurangi kelembaban ruangan. Melakukan inspeksi, evaluasi, deteksi, dan kontrol secara rutin untuk mengetahui keberadaan celah-celah atap yang berpotensi untuk menyebabkan kebocoran dan retakan di dinding yang berpotensi menjadi tempat tinggal silverfish. Selain itu, menyimpan makanan di wadah tertutup dan membersihkan area-area penyimpanan makanan juga dapat membantu mencegah infestasi silverfish. Penting untuk membedakan jenis bangunan ketika melakukan evaluasi karena setiap jenis bangunan seperti rumah pribadi, gedung perkantoran, sekolah, perpustakaan, dan museum, digunakan untuk tujuan yang berbeda. Oleh karena itu, aktivitas manusia di dalam bangunan tersebut juga beragam, yang dapat memengaruhi tingkat kelembaban, jenis bahan yang tersedia untuk dimakan oleh silverfish, dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang mempengaruhi kemungkinan keberadaan silverfish.

Silverfish dapat bergerak diantara ruangan dalam bangunan yang sama. Seiring waktu, populasi silverfish dapat mencapai tingkat di mana risiko dispersi internal menjadi signifikan. Oleh karena itu, penanganan silverfish ekor panjang sebaiknya dilakukan dengan mempertimbangkan dispersi antar unit. Unttuk mengetahui tingkat populasi silverfish, dapat digunakan perangkap deteksi khusus, misalnya menggunakan sticky traps yang menggunakan tepung kriket sebagai umpan. Selain itu dapat digunakan baits atau umpan beracun dengan bahan aktif indoxacarb yang terbukti efektif dalam mengendalikan silverfih, kecoa, dan semut dalam dosis rendah.

Menggunakan metode hot and cold atau perlakuan panas juga efektif untuk mengatasi keberadaan silverfish. Mereka dilaporkan akan mati dalam 2 jam pada suhu 42-44 °C, dan lebih cepat lagi pada suhu di atas 50 °C karena protein dalam tubuh mereka rusak. Namun, penggunaan panas dalam perlakuan bangunan mungkin sulit karena silverfish bisa bersembunyi di tempat-tempat yang sulit dijangkau oleh panas. Penggunaan uap panas juga memiliki kecenderungan untuk meningkatkan kelembaban dalam ruangan. Sementara itu, informasi tentang bagaimana silverfish menanggapi suhu dingin masih belum diketahui. Namun, jika mereka rentan terhadap suhu rendah, maka pemanfaatan suhu dingin bisa menjadi salah satu opsi. Misalnya, fasilitas penyimpanan dapat menggunakan suhu rendah tersebut untuk membunuh atau mengendalikan populasi silverfish.

Debu desikan juga bisa menjadi pilihan untuk mengatasi silverfish. Debu ini merusak perlindungan luar tubuh serangga dan membunuh mereka. Namun, informasi tentang efektivitasnya di lapangan masih terbatas. Hal yang sama berlaku untuk penggunaan jamur patogen Meskipun penggunaannya, masih perlu lebih banyak penelitian untuk menilai efektivitasnya secara langsung.

Penggunaan pestisida semprot konvesional juga dapat digunakan unttk mengatasi keberadaan silverfish. Namun, penggunaannya lebih baik menjadi opsi terakhid dan harus  dibatasi unttuk menghindari risiko resistensi pada silverfish. Biasanya pesttisida yang digunakan memiliki bahan aktif seperti permethrin.

Dengan demikian, mengatasi keberadaan silverfish memerlukan pendekatan yang holistik dan terpadu. Melalui kombinasi tindakan pencegahan, penggunaan metode kontrol ramah lingkungan, dan penggunaan pestisida yang tepat dan terbatas, kita dapat mengurangi populasi silverfish dan mengurangi risiko kerusakan yang ditimbulkannya. Penting untuk terus melakukan penelitian dan pengembangan lebih lanjut untuk memahami dengan lebih baik perilaku dan respons silverfish terhadap berbagai metode pengendalian.

REFERENSI 

Aak, A., Rukke, B. A., Ottesen, P. S., & Hage, M. (2019). Long-tailed silverfish (Ctenolepisma longicaudata)–biology and control. Revised edition-2019.

DeVries ZC, Appel AG. 2013. Standard metabolic rates of Lepisma saccharina and Thermobia domestica: Effects of temperature and mass. Journal of Insect Physiology 59: 638-645.

Labuda, Claire. (2019). Lepisma saccharina Silvefish. https://animaldiversity.org/accounts/Lepisma_saccharina/. Diakses pada 30 Maret 2023.

Walker AA, Church JS, Woodhead AL, Sutherland TD. 2013. Silverfish silk is formed by entanglement of randomly coiled protein chains. Insect Biochemistry and Molecular Biology 43: 572-579.

Konsultasikan Kebutuhan Anda